- Pelatihan Operasional dan Pengolahan Data Drone untuk Mendukung Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Wilayah Karst
- Strategi dan Kebijakan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
- Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
- Nilai Properti di Daerah Terdampak Banjir Turun 20 Persen
- Langgar Tata Ruang, Bencana Banjir dan Longsor Pun Berulang
Hutan Pinus dan Hasil Air : Kondisi Umum
Siswamartana dkk (2002) dalam buku berjudul Hutan Pinus dan Hasil Air menjelaskan beberapa kondisi umum hutan tanaman pinus di Pulau Jawa. Beberapa penjelasan yang dimaksud yaitu :
a) Hutan tanaman pinus di Pulau Jawa yang dikelola Perhutani merupakan hutan tanaman dengan luasan nomor dua setelah jati tersebar di tiga unit dan 28 KPH. Ketiga unit yang dimaksud yaitu Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur, dan Unit III Jawa Barat.
- Unit I Jawa Tengah meliputi 8 KPH pengelola hutan pinus yaitu : KPH Surakarta, KPH Kedu Utara, KPH Banyumas, KPH Banyumas Barat, KPH Pekalongan, KPH Pekalongan Timur, KPH Pekalongan Barat, dan KPH Pati.
- Unit II Jawa Timur meliputi 8 KPH pengelola hutan pinus yaitu : KPH Lawu Ds, KPH Kediri, KPH Malang, KPH Pasuruan, KPH Probolinggo, KPH Bondowoso, KPH Jember, dan KPH Jombang.
- Unit III Jawa Barat meliputi 12 KPH pengelola hutan pinus yaitu : KPH Kuningan, KPH Majelengka, KPH Sumedang, KPH Ciamis, KPH Tasikmalaya, KPH Garut, KPH Bandung Selatan, KPH Bandung Utara, KPH Cianjur, KPH Sukabumi, KPH Bogor, KPH Purwakarta.
b) Hutan tanaman pinus selain mempunyai peran ekonomis dari nilai kayu dan getah, meningkatkan pendapatan penyadap sampai 61%, juga dapat berperan secara ekologis melalui pengaruhnya terhadap daur air.
Manfaat ekonomi hutan tanaman pinus dirasakan baik oleh masyarakat maupun Perhutani. Bagi masyarakat, hutan tanaman pinus dapat meningkatkan pendapatan dari upah penyadapan getah pinus serta areal disekitar hutan pinus digunakan untuk tumpang sari tanaman pangan dan tanaman pakan ternak. Upah rata-rata penyadapan getah pinus waktu itu yaitu Rp.26.750 untuk penyadapan getah kurang dari 25 Kg. BTPDAS Surakarta (2000) telah melakukan studi mengenai dampak ekonomi penyadapan getah bagi masyarakat, hasil penelitian tersebut yaitu penyadapan getah berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat hingga 61%.
Perhutani memperoleh getah pinus, gondorukem, dan terpentin dari tanaman pinus. Produk tersebut merupakan hasil hutan non kayu yang sangat penting.
Sumber :